Selasa, 13 Maret 2012

Core Layer, Distribution Layer, dan Access Layer

Core Layer
Merupakan layer terluar. Device yang digunakan pada layer ini sebaiknya device yang mampu menerima data dalam jumlah besar dan dapat mengirim data dengan cepat. pada bagian Inti terdapat interkoneksi utama atau akses utama dari network dan yang akan mengoptimalkan transport antar sites. Bisa berupa perangkat Switching di Layer 2 atau Layer 3 yang tugas pokonya sebagai interkoneksi semua sumber daya. Contohnya perangakt Switching Layer 3 yang bertugas forward dan routing semua paket masuk dan keluar network, fungsi firewall dan sistem keamanan lainnya juga bisa di implementasikan di Hirarki Core ini. Tujuan lapisan inti adalah untuk mempercepat lalu
lintas jaringan sebanyak mungkin. Lalu lintas pada lapisan inti adalah umum bagi sebagian besar pengguna dan data pengguna diangkut ke lapisan distribusi yang meneruskan permintaan jika diperlukan. Jika lapisan inti dipengaruhi oleh kegagalan, setiap pengguna terpengaruh pada jaringan. toleransi kegagalan adalah hal utama yang perlu dipertimbangkan pada lapisan ini. Tanggung jawab utama lapisan inti adalah untuk melihat lalu lintas yang padat, sehingga kecepatan dan masalah lalu lintas prihatin pada lapisan ini.

Distribution Layer
Device yang digunakan pada layer ini sebaiknya device yang mampu menetapkan policy terhadap jaringan dan mampu melakukan peyaringan/filter paket dan bertindak sebagai firewall. Router bisa ditempatkan pada distribusi layer ini. di bagian distribusi akan ditugaskan untuk mendistribusikan semua pengaturan di hirarki Core ke Access dan yang akan membuat kebijakan koneksi. Distribusi lebih ditekankan untuk mempermudah pengaturan dan menyebarkan resource yang ada di network sesuai dengan aturan yang telah dibuat. Peralatan pada hirarki ini biasanya berupa Switching di layer 2. Hal ini juga dikenal sebagai lapisan workgroup dan ini disebut komunikasi titik antara akses dan layer inti. Fungsi dasar lapisan distribusi routing, filtering dan akses WAN dan mengetahui metode yang dapat mengakses paket inti. Lapisan ini harus mencari tahu mekanisme tercepat untuk menangani operasi jaringan seperti bagaimana penanganan dan forwarding file ke server berdasarkan permintaan. Setelah menemukan jalan yang terbaik, distribusi permintaan lapisan maju menuju lapisan inti dan kemudian ke layanan yang tepat. Implementasi kebijakan dilakukan pada layer distribusi dan Anda bisa latihan fleksibilitas mendefinisikan operasi jaringan.
Perlu diketahui bahwa di lapisan Distribution Layer ini dapat ditanamkan,
- Filtering
- Firewall
- Captive Portal
- Queue

Access Layer
Merupakan layer yang terdekat dengan user. Sebaiknya device yang terpasang dapat berfungsi menghubungkan antar host dan dapat mengatur collision domain. di bagian inilah semua perangkat disebarkan dan di interkoneksikan ke semua end point sumber daya yang ada misalnya terminal user dan sebagainya. Peralatan bisa berupa router layer 3 atau switching layer 2. User dan workgroup akses ke jaringan dan sumber daya didefinisikan pada lapisan akses dan lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan desktop.


Persamaan Core Layer, Distribution Layer, dan Access Layer
  1. Sama-sama berfungsi untuk memforward paket data.
  2. Merupakan model network yang digunakan untuk mendesain dan membangun network-network komunikasi data.
  3. Merupakan model yang menyederhanakan tugas membangun internetwork hierarki yang handal dan terukur.

Perbedaan Core Layer, Distribution Layer, dan Access Layer

Dilihat dari Tujuannya
  • Core Layer, hanya men-switch traffic secepat mungkin (dipengaruhi oleh kecepatan dan latency). 
  • Distribution Layer, mengontrol arus lalu lintas jaringan dengan pengawasan dan perencanaan broadcast domain.
  • Access Layer, menyediakan sarana untuk menghubungkan perangkat ke jaringan dan mengendalikan perangkat yang diijinkan untuk berkomunikasi pada jaringan.
Dilihat dari Sisi Penguhubungan
  • Core Layer, menghubungkan distribution layer dengan koneksi utama (internet).
  • Distribution Layer, menghubungkan antara core layer dengan access layer.
  • Access Layer, penghubung user dengan akses ke jaringan.
Dilihat dari Fungsinya
  • Core Layer, menyediakan transportasi yang optimal antara situs.
  • Distribution Layer, menyediakan konektivitas berbasis kebijakan.
  • Access Layer, menyediakan akses pengguna ke jaringan.
Dilihat dari Sisi Peroutingan
  • Core Layer, menggunakan routing protokol low convergence times.
  • Distribution Layer, routing antar VLAN.
  • Access Layer, konfigurasi statik routing.
Dilihat dari Paket Manipulation
  • Core Layer, manipulasi paket data (seperti: access list dan filtering) tidak boleh dilakukan, karena hal ini akan memperlambat proses pengiriman paket data (Switching Packet).
  • Distribution Layer, manipulasi paket data (packet manipulation) dapat dilakukan.
  • Access Layer, dapat menerapkan access lists atau filters untuk dapat mengoptimasi kinerja jaringan.

|| Sumber : http://www.scribd.com/doc/47360630/Laporan-Dedicated-Router-Nur-Annisa

Rabu, 07 Maret 2012

Classless Inter-Domain Routing (CIDR)

Classless Inter-Domain Routing (CIDR) adalah sebuah metodologi pengalokasian alamat IP dan routing paket Internet Protocol. Saat itu diperkenalkan pada tahun 1993 untuk menggantikan arsitektur menangani desain jaringan sebelum classful di Internet dengan tujuan untuk memperlambat pertumbuhan tabel routing pada router di Internet, dan membantu memperlambat kelelahan cepat alamat IPv4.
Notasi CIDR menggunakan sintaks yang menentukan alamat IP untuk IPv4 dan IPv6, menggunakan alamat dasar jaringan diikuti dengan sebuah garis miring dan ukuran prefix routing, misalnya, 192.168.0.0/16 (IPv4), dan 2001: db8:: / 32 (IPv6).
Untuk mengatasi kekurangan, Internet Engineering Task Force diterbitkan pada tahun 1993 yang baru standar, RFC 1518 dan RFC 1519, untuk mendefinisikan konsep baru dari alokasi blok alamat IP dan metode baru routing paket IPv4. Sebuah versi baru dari spesifikasi ini diterbitkan sebagai RFC 4632 pada tahun 2006.
Alamat IP dianggap sebagai terdiri dari dua bagian: mengidentifikasi jaringan-prefix diikuti oleh pengenal host dalam jaringan itu. Dalam arsitektur jaringan sebelum classful, alokasi alamat IP didasarkan pada oktet (segmen batas 8-bit) dari alamat IP 32-bit, memaksa baik 8, 16, atau prefiks jaringan 24-bit. Dengan demikian, alokasi terkecil dan blok routing hanya berisi alamat-256 terlalu kecil untuk sebagian besar perusahaan, dan blok yang lebih besar berikutnya berisi alamat-65.536 terlalu besar untuk digunakan secara efisien oleh bahkan organisasi besar. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam menggunakan alamat serta routing karena jumlah besar dialokasikan kecil (kelas-C) jaringan dengan pengumuman rute individu, yang terpisah secara geografis dengan sedikit kesempatan untuk agregasi rute, menciptakan permintaan alat berat pada routing.
Sebagai eksperimental TCP / IP jaringan diperluas ke internet selama tahun 1980-an, kebutuhan untuk skema pengalamatan yang lebih fleksibel menjadi semakin jelas. Hal ini menyebabkan perkembangan berturut-turut subnetting dan CIDR. Karena perbedaan kelas lama diabaikan, sistem baru itu disebut tanpa kelas routing. Hal ini didukung oleh protokol routing modern, seperti RIP-2, EIGRP, IS-IS dan OSPF. Hal ini menyebabkan sistem yang asli yang disebut, dengan back-formasi, routing classful.
CIDR mencakup :
o Teknik VLSM dengan kualitas efektif menetapkan prefiks sewenang-wenang-panjang. Alamat dalam notasi CIDR ditulis dengan akhiran yang menunjukkan jumlah bit pada awalan, seperti 192.168.0.0/16, di mana / 16 adalah akhiran, dan 192.168.0.0 adalah awalan.
o Agregasi dari prefiks beberapa bersebelahan ke supernets, dan, sedapat mungkin di Internet, agregat iklan, sehingga mengurangi jumlah entri pada tabel routing global. Agregasi menyembunyikan berbagai tingkat subnetting dari tabel routing internet, dan membalikkan proses subnetting dengan VLSM.
o Proses administrasi mengalokasikan blok alamat untuk organisasi berdasarkan pada kebutuhan aktual dan jangka pendek mereka diproyeksikan.

sumber :
http://www.scribd.com/doc/32305689/IP-Address

Variable-length Subnet Mask (VLSM)

VLSM adalah pengembangan mekanisme subneting, dimana dalam VLSM dilakukan peningkatan dari kelemahan subneting klasik, yang mana dalam clasik subneting, subnet zeroes, dan subnet- ones tidak bisa digunakan. selain itu, dalam subnet classic, lokasi nomor IP tidak efisien.
Jika proses subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam segmen-segmen jaringan tersebut memiliki alamat-alamat yang tidak digunakan atau membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan oleh jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan alamat yang tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk membentuk beberapa subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan dari network identifier yang sama.  
Classless Inter-Domain Routing didasarkan pada Variable-length Subnet Mask (VLSM) yang memungkinkan jaringan yang akan dibagi ke dalam subnet berukuran berbeda. Hal ini memungkinkan penggunaan yang efisien dari subnet dan menghindari membuang-buang alamat IP. subnet masker Variabel-panjang disebutkan di RFC 950 (1985).
Karena semua subnet diturunkan dari network identifier yang sama, jika subnet-subnet tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network identifier yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute yang ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat network identifier yang asli.
Teknik variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati sehingga subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam network identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan analisis yang lebih terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan berapa banyak segmen yang akan dibuat dan berapa banyak jumlah host dalam setiap segmennya.
Dengan menggunakan variable-length subnetting, teknik subnetting dapat dilakukan secara rekursif: network identifier yang sebelumnya telah di-subnet-kan, di-subnet-kan kembali. Ketika melakukannya, bit-bit network identifier tersebut harus bersifat tetap dan subnetting pun dilakukan dengan mengambil sisa dari bit-bit host.
Tentu saja, teknik ini pun membutuhkan protokol routing baru. Protokol-protokol routing yang mendukung variable-length subnetting adalah Routing Information Protocol (RIP) versi 2 (RIPv2), Open Shortest Path First (OSPF), dan Border Gateway Protocol (BGP versi 4 (BGPv4). Protokol RIP versi 1 yang lama, tidak mendukungya, sehingga jika ada sebuah router yang hanya mendukung protokol tersebut, maka router tersebut tidak dapat melakukan routing terhadap subnet yang dibagi dengan menggunakan teknik variable-length subnet mask.
Perhitungan IP Address menggunakan metode VLSM adalah metode yang berbeda dengan memberikan suatu Network Address lebih dari satu subnet mask. Dalam penerapan IP Address menggunakan metode VLSM agar tetap dapat berkomunikasi kedalam jaringan internet sebaiknya pengelolaan networknya dapat memenuhi persyaratan :
  1. Routing protocol yang digunakan harus mampu membawa informasi mengenai notasi prefix untuk setiap rute broadcastnya (routing protocol : RIP, IGRP, EIGRP, OSPF dan lainnya, bahan bacaan lanjut protocol routing : CNAP 1-2),
2.   Semua perangkat router yang digunakan dalam jaringan harus  mendukung metode VLSM yang menggunakan algoritma penerus packet informasi.

sumber :
http://www.scribd.com/doc/32305689/IP-Address
http://thekiralover.wordpress.com/2010/04/19/vlsm/